Rabu, 12 Desember 2012








DOSEN ADALAH MITRA BELAJAR MAHASISWA
Sudah sering saya ngobrol tentang peran dosen yang ditegaskan bahwa “mahasiswa itu membutuhkan dosen, dan sebaliknya, dosen juga membutuhkan mahasiswa. Bahkan saya sempat kemukakan obrolan ini dalam beberapa artikel lain sebagai tanggapan langsung terhadap sikap keliru dosen yang menganggap bahwa hanya mahasiswa lah yang membutuhkan dosen, sehingga ketika ada masalah di mahasiswa, dosen enggan menanyakannya dan enggak proaktif memberikan solusi untuk mahasiswanya dengan alasan “mahasiswa itu harus dewasa”.
Pada artikel ini sebagai penguat pendapat saya di atas. Dalam buku Sufyarma (2004: 140) dinyatakan bahwa “Dosen adalah mitra belajar bagi peserta didik. Untuk itu, dosen memandang kegiatan mengajar sebagai proses pembelajaran bagi dirinya sendiri.” Ini baru satu buku yang dikutip, masih banyak buku lain yang menguatkan konsep ini.
Dengan membandingkan konsep “dosen itu mitra mahasiswa” dengan realita di lapangan, diduga sudah ada penyelewengan yang dilakukan para dosen selama bertahun-tahun baik di tingkat sarjana maupun pasca sarjana. Bahkan dugaan ini juga bisa tertuju pada guru-guru di sekolah menengah pertama dan atas, kalau guru SD biasanya guru memang masih mau proaktif memperhatikan kualitas belajar siswanya, meskipun sekarang sudah banyak guru hanya memberikan buku dan tugas tanpa memberikan penjelasan dan analisis kemampuan peserta didiknya dengan alasan “siswa harus belajar aktif”. Kenyataan siswa SD ini sudah banyak membuat orangtua pusing tujuh keliling: “sudah harus membeli buku pelajaran, mereka juga harus dipusingkan dengan pekerjaan rumah anaknya karena anaknya tidak paham pada saat di kelas”. Makanya para guru harus pandai melihat situasi siswa untuk menerapkan suatu pendekatan.
Rangsang dulu, berikan caranya, praktekkan sebuah pendekatan pembelajaran! Tidak cukup sampai di situ, evaluasi hasil pemahaman siswa (maaf bukan hanya memberikan nilai berupa angka 0 sampai 100 pada tugasnya, tapi panggil anak atau dengan cara lain yang bisa membuat perhatian guru tertuju sangat kuat melihat kemampuan anak, bisa juga diajak ngobrol untuk memastikan apakah dia sudah paham atau belum tentang tugasnya).
Perlu ditekankan bahwa kalau “dosen itu mitra mahasiswa” berarti memang dosen itu benar-benar membutuhkan mahasiswa. Kita ingat istilah mitra itu biasanya diterapkan dalam urusan bisnis (dikenal dengan istilah partner). Sebuah perusahaan akan menggunakan berbagai strategi canggih agar memperoleh mitranya, tidak cukup mitra sudah bergabung. Mereka terus memberikan kepuasan kepada mitranya agar tidak keluar dari lingkup kerja samanya atau bahkan berharap akan terus menambah sebanyak-banyaknya mitra. Kenapa demikian? Semakin banyak mitra, keuntungan sebuah perusahaan semakin besar kemungkinan akan bertambah besar. Sebaliknya, apabila mitra keluar dari sebuah perusahaan, maka dimungkinkan sebuah perusahaan akan merugi, bahkan bisa saja jatuh bangkrut.
Demikian juga dengan kemitraan guru, kalau guru menyulitkan mahasiswa (tidak pandai memberikan solusi secara bertahap) berarti kebangkrutan akan semakin besar menimpa guru tersebut, karena mahasiswa akan kecewa. Artinya guru/dosen yang tidak pandai belajar dari siswa/mahasiswa juga akan bangkrut alias gagal sebagai seorang profesional kependidikan. Kalau dosen mau membuka diri, sudah banyak mahasiswa yang lebih unggul dibandingkan dosennya, tentunya dalam beberapa hal saja. Sufyarma (2004: 140) menyebut istilah kemitraan ini sebagai “implikasi strategis dari salah satu strategi proses pembelajaran.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar