DOSEN
ADALAH MITRA BELAJAR MAHASISWA
Sudah sering saya ngobrol tentang peran dosen yang ditegaskan bahwa
“mahasiswa itu membutuhkan dosen, dan sebaliknya, dosen juga membutuhkan
mahasiswa. Bahkan saya sempat kemukakan obrolan ini dalam beberapa artikel lain
sebagai tanggapan langsung terhadap sikap keliru dosen yang menganggap bahwa
hanya mahasiswa lah yang membutuhkan dosen, sehingga ketika ada masalah di
mahasiswa, dosen enggan menanyakannya dan enggak proaktif memberikan solusi
untuk mahasiswanya dengan alasan “mahasiswa itu harus dewasa”.
Pada artikel ini sebagai penguat pendapat saya di atas. Dalam buku
Sufyarma (2004: 140) dinyatakan bahwa “Dosen adalah mitra belajar bagi peserta
didik. Untuk itu, dosen memandang kegiatan mengajar sebagai proses pembelajaran
bagi dirinya sendiri.” Ini baru satu buku yang dikutip, masih banyak buku lain
yang menguatkan konsep ini.
Dengan membandingkan konsep “dosen itu mitra mahasiswa” dengan realita
di lapangan, diduga sudah ada penyelewengan yang dilakukan para dosen selama
bertahun-tahun baik di tingkat sarjana maupun pasca sarjana. Bahkan dugaan ini
juga bisa tertuju pada guru-guru di sekolah menengah pertama dan atas, kalau
guru SD biasanya guru memang masih mau proaktif memperhatikan kualitas belajar
siswanya, meskipun sekarang sudah banyak guru hanya memberikan buku dan tugas
tanpa memberikan penjelasan dan analisis kemampuan peserta didiknya dengan
alasan “siswa harus belajar aktif”. Kenyataan siswa SD ini sudah banyak membuat
orangtua pusing tujuh keliling: “sudah harus membeli buku pelajaran, mereka
juga harus dipusingkan dengan pekerjaan rumah anaknya karena anaknya tidak
paham pada saat di kelas”. Makanya para guru harus pandai melihat situasi siswa
untuk menerapkan suatu pendekatan.
Rangsang dulu, berikan caranya, praktekkan sebuah pendekatan
pembelajaran! Tidak cukup sampai di situ, evaluasi hasil pemahaman siswa (maaf
bukan hanya memberikan nilai berupa angka 0 sampai 100 pada tugasnya, tapi
panggil anak atau dengan cara lain yang bisa membuat perhatian guru tertuju
sangat kuat melihat kemampuan anak, bisa juga diajak ngobrol untuk memastikan
apakah dia sudah paham atau belum tentang tugasnya).
Perlu ditekankan bahwa kalau “dosen itu mitra mahasiswa” berarti memang
dosen itu benar-benar membutuhkan mahasiswa. Kita ingat istilah mitra itu
biasanya diterapkan dalam urusan bisnis (dikenal dengan istilah partner).
Sebuah perusahaan akan menggunakan berbagai strategi canggih agar memperoleh
mitranya, tidak cukup mitra sudah bergabung. Mereka terus memberikan kepuasan
kepada mitranya agar tidak keluar dari lingkup kerja samanya atau bahkan
berharap akan terus menambah sebanyak-banyaknya mitra. Kenapa demikian? Semakin
banyak mitra, keuntungan sebuah perusahaan semakin besar kemungkinan akan
bertambah besar. Sebaliknya, apabila mitra keluar dari sebuah perusahaan, maka
dimungkinkan sebuah perusahaan akan merugi, bahkan bisa saja jatuh bangkrut.
Demikian juga dengan kemitraan guru, kalau guru menyulitkan mahasiswa
(tidak pandai memberikan solusi secara bertahap) berarti kebangkrutan akan
semakin besar menimpa guru tersebut, karena mahasiswa akan kecewa. Artinya
guru/dosen yang tidak pandai belajar dari siswa/mahasiswa juga akan bangkrut
alias gagal sebagai seorang profesional kependidikan. Kalau dosen mau membuka
diri, sudah banyak mahasiswa yang lebih unggul dibandingkan dosennya, tentunya
dalam beberapa hal saja. Sufyarma (2004: 140) menyebut istilah kemitraan ini
sebagai “implikasi strategis dari salah satu strategi proses pembelajaran.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar